Pages

Minggu, 30 Oktober 2011

Menggapai Kekudusan

MENGGAPAI KEKUDUSAN

Kita menyaksikan bahwa ukuran kesuksesan hidup itu banyak ragamnya. Ada orang yang mengukur kesuksesan hidupnya dengan capaian di luar dan kasat mata. Ada orang yang begitu saja menyamakan sukses dalam bisnis adalah sukses hidup. Misalnya: usaha maju perusahaan di mana-mana, harta semakin menumpuk sepuluh turunan tidak habis dan sebagainya. Dia memang kaya raya tetapi hidupnya bisa saja tidak bahagia. Hidup di dalam keluarga tidak harmonis dan berantem terus. Dapatkah dia disebut orang yang sukses dalam hidupnya?

Lagi, kita menyaksikan ada orang yang begitu saja menyamakan bahwa kesuksesan hidup, bahwa dia berkuasa dan terkenal di mana-mana. Hadir di segala penjuru daerah dielu-elukan. Banyak orang kagum. Tetapi, suatu saat dia meninggal dunia akibat over dosis penggunaan narkoba. Benarkah dia dapat dikatakan hidupnya sukses? Masih banyak lain contoh yang dapat diangkat untuk menelisik aneka ragam orang memaknai hidupnya.

Tujuan Hidup


Dalam kacamata iman, kita sulit mengatakan bahwa hidup mereka sukses. Ukuran dunia bisa jadi sebagai orang sukses dalam bidangnya. Tetapi, bidang tersebut selalu hanya sebagai salah satu aspek hidup; bagian kecil dari hidupnya. Hidup mereka secara integral sebagai manusia bisa dikatakan gagal. Gagal di dalam memaknai hidupnya. Gagal di dalam menetapkan dan mencapai tujuan hidupnya. Bahkan mungkin mereka gagal juga mencapai kebahagiaan hidupnya.

Allah dalam diri Yesus mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah Allah sendiri. Manusia dipanggil bersatu dengan Allahnya. Bila hal ini tercapai, maka hidup manusia akan menjadi sukses dan bermakna. Karena di sana orang akan menemukan kesejatian hidupnya. Orang yang hidup dalam kesejatiannya, otomatis menjadi orang-orang yang bahagia. Orang-orang dunia mungkin menilai aneh dan lain, tetapi mereka sungguh-sungguh tahu esensi dan ekstitensi hidupnya.

Siapa mereka itu? Jawabannya sangat jelas. Mereka itu adalah orang-orang kudus. Orang-orang kudus tersebut meninggal di usia berbeda-beda, tetapi mereka mencapai kekudusan itu. Ada bermacam-macam orang-orang kudus: ada yang sebagai raja, pelayan, perawan, orang muda, petani, ibu rumah tangga, imam, Uskup, biarawan-biarawati, dan sebagainya. Mereka memang masing-masing memiliki perbedaan sifat dan karakternya sesuai dengan keunikannya. Anugerah Tuhan sungguh berkembang dalam hidupnya.

Mereka adalah manusia seperti kita. Mereka juga pernah dan tentu masih banyak yang hidup di atas bumi ini, entah itu yang wafat dan dibeatifikasi atau dikanonisasi maupun tidak terkenal dan tidak mengalami proses itu semua. Kita yakin bahwa orang-orang kudus dari masa ke masa selalu ada. Kita diundang dan dikehendaki Allah untuk hidup kudus seperti mereka, tentu dalam konteks hidup kita masing-masing. Mereka menjadi kudus karena mereka berusaha dan terus berusaha untuk hidup kudus seperti Allah adalah kudus dan bahkan Mahakudus. Itu sebuah kesadaran dan pilihan hidup mereka. Mereka mencoba selalu mengoreksi yang salah dan dosanya dengan tidak pernah putus asa, tidak pernah menyerah untuk memercayai kasih dan kerahiman Allah pada diri mereka.

Teladan

Membaca riwayat orang kudus, kita selalu kagum dan geleng-geleng kepala. Mereka dapat menjadi teladan. Mereka dapat menjadi cermin bagi hidup kita. Terutama mereka menjadi teladan di dalam mengikuti jejak Kristus. Bagaimanapun juga kita membutuhkan banyak teladan dan mereka yang telah mencapai kekudusan dari para kudus. Terkadang ada tuduhan bahwa meniru itu negatif dan tidak kreatif. Tetapi, meniru orang kudus adalah suatu kreativitas sendiri. Karena hidup mereka rata-rata keras dan tegas dalam menjalani sabda Tuhan yang mewujud dalam iman, harapan, dan kasih. Mereka sabar, murah hati, tekun, rendah hati dan sebagainya. Mereka adalah bukti otentik dan nyata bahwa Kitab Suci pada ajaran Gereja Katolik yang telah mereka hayati telah mengantar pada kekudusan. Hidup mereka merupakan suatu 'kepastian' di mana kita tak perlu ragu untuk mengikuti Kristus dalam Gereja Katolik demi satu hal: menggapai kekudusan.

Oleh karena itu, pada hari raya Semua Orang Kudus ini kita patut bersyukur kepada Tuhan. Kita diberi cermin, teladan, dan sabda Allah yang sungguh hidup dalam diri orang-orang kudus. Artinya, sabda Allah mengungkapkan kebenarannya. Mereka itu adalah Sabda Allah yang hidup dan berjalan secara nyata. Bukankah ini suatu ajaran dan pengajaran yang paling efektif bagi kita? Semoga kita mampu menggapai kekudusan seperti mereka.

(Andreas Yudhi Wiyadi, O.Carm/RUAH)