Pages

Kamis, 08 Desember 2011

Cermin Wajah Allah

Kamis, 08 Desember 2011
Hari Raya SP Maria Dikandung Tanpa Dosa

CERMIN WAJAH ALLAH

"Sial sekali... Aku lupa membawa cermin hari ini!" itulah kekesalan Theresia, seorang mahasiswa sebuah universitas negeri di ibukota, Jakarta. Salah satu kebiasaannya sebagai wanita muda adalah ia selalu membawa cermin dalam tasnya. Cermin itu selalu dibawa ke mana-mana. Dengan cermin kecil, buatan Cina yang dibeli seharga Rp 10.000,- dari pedagang asongan di perempatan lampu merah, Theresia melihat dan mengamati wajahnya yang putih bersih, tanpa setitik jerawat, ia bisa memastikan bedaknya pas, lipstiknya di bibir tipis merah delima sudah bagus atau belum. Bahkan sebelum meninggalkan rumah setiap hari, Theresia selalu memutar-mutar badan di depan cermin besar di rumahnya, sambil senyum-senyum.

Setiap orang kudus adalah bagaikan cermin untuk melihat dan mengenali sifat-sifat atau wajah-wajah Allah. Maria adalah orang yang paling suci setelah Yesus. Hari ini kita merayakan Hari Raya SP Maria dikandung tanpa noda dosa. Dalam diri Bunda Maria, gadis Nazaret, kita bisa melihat sifat-sifat atau wajah Allah. Sifat-sifat dan wajah Allah kita adalah maha pengasih, maha penyayang, maharahim, mahabesar, dan masih banyak lagi. Jika kita mengimani bahwa Maria dikandung tanpa noda dosa, hal itu berarti bahwa melalui hidup Bunda Maria, cinta Allah yang suci murni mencapai kepenuhannya. Allah adalah suci dan kudus. Allah menjaga dan melindungi Bunda Maria secara khusus. Allah membebaskan Bunda Maria dari cinta manusiawi yang penuh egoisme, cinta yang dikuasai oleh hati dan pikiran manusia belaka demi memuaskan diri sendiri. Hari ini kita belajar dari Bunda Maria, untuk menjadi cermin wajah Allah yang kudus, penuh kasih dan setia.

Ya Allah Bapa di surga, ajarlah aku supaya hari ini aku semakin mengenal kehendak-Mu atas seluruh hidupku dan melaksanakannya dengan penuh cinta kasih. Utuslah Roh-Mu yang kudus, agar aku boleh berkata: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataan-Mu." Amin.

Oase Rohani 2011, Renungan dan Catatan Harian

Senin, 05 Desember 2011

Hari Raya SP Maria Dikandung Tanpa Dosa

Inilah pesta yang indah untuk Bunda Maria, yaitu merayakan karunia Tuhan baginya, "Dikandung Tanpa Noda Dosa". Salah satu dogma --- ajaran resmi gereja yang dinyatakan secara meriah dengan kekuasaan Paus --- Gereja Katolik mengenai Bunda Maria adalah Dogma Dikandung Tanpa Dosa. Masih banyak orang Katolik yang belum paham benar mengenai dogma ini. Jika ada pertanyaan, "Apa itu Dikandung Tanpa Dosa?", dan menjawab, "Yaitu bahwa Yesus dikandung dalam rahim Santa Perawan Maria tanpa dosa, atau tanpa seorang bapa manusia." Jawaban demikian adalah salah, karena tentu saja Yesus dikandung tanpa dosa sebab Ia adalah Allah Manusia. Tetapi arti dogma yang sebenarnya adalah bahwa Bunda Maria dikandung dalam rahim ibunya, Santa Anna, tanpa dosa asal. Bunda Maria adalah satu-satunya manusia yang dianugerahi karunia ini. Bunda Maria memperoleh keistimewaan ini karena ia akan menjadi bejana yang kudus dimana Yesus, Putera Allah, akan masuk ke dunia melaluinya. Oleh karena itu, Bunda Maria sendiri harus dihindarkan dari dosa asal. Sejak dari awal mula kehadirannya, Bunda Maria senantiasa kudus dan suci serta penuh rahmat.

St. Maria dianugerahi karunia khusus ini karena dia akan menjadi Bunda Putera Allah, Yesus Kristus. Sulit kita bayangkan bahwa Bunda Penebus telah ternoda oleh dosa walaupun sedikit saja. Meskipun Yesus belum memenangkan penebusan bagi kita dengan wafat di salib, Maria dikaruniai rahmat dikandung tanpa dosa untuk mengantisipasi penebusan oleh Putera-Nya. Setiap kali kita mendaraskan "Salam Maria" kita mengulangi kata-kata Malaikat Gabriel yang menyatakan bahwa Maria bebas dari dosa dengan kata-kata: "Salam Maria, penuh rahmat. Tuhan sertamu" Bunda Maria telah dipenuhi rahmat sejak saat ia dikandung.

Meskipun kita semua dikandung dan dilahirkan dengan dosa asal, Tuhan telah mengaruniakan kepada kita rahmat Baptis, untuk menghapus dosa asal tersebut dan mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Suatu rahmat yang mengagumkan dari Bapa kita yang Pengasih! Dengan rahmat Tuhan dan doa Bunda Maria, kita mau hidup bebas dari dosa dan penuh kasih kepada Tuhan dan sesama.

"O Bunda Maria, yang dikandung tanpa noda dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu."



RUAH

Kamis, 01 Desember 2011

Santo Fransiskus Xaverius, Imam dan Pelindung karya misi

Santo Fransiskus Xaverius
Imam dan Pelindung karya misi


Fransiskus Xaverius dikaruniai otak yang cerdas, sehingga dapat belajar dengan mudah. Ia masuk Universitas Paris dan dalam usia 28 tahun berhasil menjadi mahaguru. Orangtuanya seorang bangsawan kaya. Lingkungan pergaulannya adalah kaum terpelajar dan terkemuka Paris. Oleh sebab itu karier Fransiskus gemilang. Tapi "Apa gunanya manusia mendapatkan seluruh dunia, jika kehilangan jiwanya?" Inilah pertanyaan yang diulang-ulang oleh mahasiswa sebangsanya Ignasius Loyola. Pertanyaan ini mengusik hati Fransiskus dan membuka babak baru dalam lembaran hidupnya, sehingga pada suatu saat ia menyerah dan menjadi salah satu dari ketujuh anggota Serikat Jesus pertama. Pada tahun 1534 mereka berjanji di hadapan Tuhan untuk mengabdikan hidup mereka demi pentobatan orang tak beriman dan penyelamatan jiwa.

Tahun 1541 Fransiskus bersama dua rekan Portugis diutus ke Goa, India. Di tempat baru ini ia segera memulai karya misi dan bergerak menyusuri India Selatan dan Sri Langka. Puluhan ribu orang bertobat menjadi orang Kristen yang baik. Buah karyanya mengagumkan. Penderitaan orang pribumi yang ditimbulkan oleh tingkah penguasa sebangsa maupun penjajah "selalu menggores pedih di hatiku", kata Fransiskus pada suatu saat.


September 1545 di akhir bulan: Penduduk Malaka berbondong-bondong ke pantai menyambut 'Padre yang suci' dengan meriah dan gembira. Perbuatan-perbuatan baik dan ajaib yang dilakukannya di India sudah tersebar di Malaka. Fransiskus, nama Padre termasyur itu, sebenarnya singgah di Malaka hanya dengan maksud mencari kapal yang dapat membawanya ke Makasar. Sebab, di India ia mendengar (1545) dari tiga pemuda Makasar, bahwa daerah ini dapat ditobatkan. Rakyat akan memeluk
agama Katolik asal seorang imam diutus ke sana.

Selama tiga bulan di Malaka, Fransiskus memanfaatkan waktunya untuk menyegarkan akhlak dan kehidupan perkawinan penduduk Malaka, yang sangat merosot oleh karena kekayaan yang berlimpah-ruah. Fransiskus menjadi sahabat kaum Portugis dan rakyat Melayu. Mereka menghormatinya sebagai orang saleh. Ia berkhotbah dan rajin mengajar orang-orang yang sudah lama tidak mendapatkan pemeliharaan jiwa yang baik. Guna menunjang karya misinya, ia belajar bahasa Melayu dan menterjemahkan doa-doa penting dengan menambah sedikit keterangan.


Hari pertama tahun 1546: Fransiskus berlayar dengan kapal dagang ke pulau Ambon. Ia mencatat: "Para pelaut meminta seluruh waktuku dari pagi sampai malam: terus-menerus mendengarkan pengakuan dosa, mengunjungi orang sakit, memberikan sakramen-sakramen dan penghiburan rohani kepada mereka yang akan meninggal, dan sering pula berkhotbah. selama masa puasa saya kerjakan itu.... Pulau Ambon banyak penduduknya, di antaranya tujuh desa yang beragama Kristen. Begitu tiba,

saya mengunjungi desa-desa itu dan memberikan Sakramen Permandian kepada anak-anak yang belum menerimanya. Kira-kira 390 mil dari situ terdapat suatu negeri, Pantai Moro namanya. Konon, di sana banyak orang Kristen yang sama sekali belum mendapatkan pelajaran agama. Saya akan pergi ke sana secepatnya. Saya menulis laporan ini supaya kamu tahu, betapa kamu dibutuhkan di sini. Memang saya sadar, bahwa kamu diperlukan di India juga, tapi pulau-pulau ini sangat membutuhkan pertolongan yang lebih besar lagi..." Fransiskus mempermandikan kira-kira 1000 orang Ambon dan mempersiapkan kedatangan imam-imam baru. Lalu ia menuju Ternate (Juli 1646).

Setiap pagi Fransiskus berkhotbah kepada saudagar-saudagar Portugis, yang selurh pikirannya dijejali oleh rempah-rempah dan wanita. Malam hari ia mengumpulkan orang-orang berbahasa Melayu, melatih mereka baik-baik untuk mengerti dan menghafalkan doa-doa dan menyanyi cerita-cerita Kitab Suci. Tentang hasil jerih payahnya ia menulis: "Syukur kepada Allah! Di Ternate ini sudah menjadi kebiasaan, anak lelaki di jalan-jalan dan anak perempuan serta wanita di rumah, para buruh di perkebunan dan nelayan di laut, siang-malam menyanyikan lagu suci, bukan lagi nyanyian-nyanyian kotor. Mereka senang menyanyikan Aku Percaya, Bapa Kami, Salam Maria, Kesepuluh Perintah Allah, Perbuatan-perbuatan Belaskasih, Pengakuan Dosa Umum serta banyak lagu dan doa seperti ini. Mereka itu, baik yang baru bertobat maupun yang masih kafir, menyanyi dalam bahasa mereka sendiri.


Syukur kepada Allah, bahwa saya dengan cepat disukai, baik oleh orang Portugis di pulau ini maupun oleh orang pribumi yang beragama Kristen dan yang bukan!" Setelah Fransiskus mengatur kedatangan pengganti-penggantinya, ia kembali ke Malaka lalu menuju Jepang. Ia bekerja dua tahun di Jepang dengan hasil yang menggembirakan. Kemudian ia mengalihkan perhatiannya ke Tiongkok, sebuah negara besar yang pada waktu itu tertutup bagi orang asing. Ia didaratkan oleh sebuah kapal Portugis di pulau Sancian, di depan muara sungai Chukiang. Di sana ia menunggu jemputan perahu jung yang bersedia menyelundupkannya ke daratan Tiongkok. Tetapi ia jatuh sakit dan dalam waktu dua minggu meninggal di sebuah gubug, ditemani hanya oleh seorang Tionghoa muda yang telah menemani dia dari Goa. Fransiskus dipanggil Tuhan pada usia 46 tahun, Jenazahnya diantarkan ke Goa dan dimakamkan di sana sampai sekarang.


Fransiskus Xaverius (1506-1552) lahir di Navarra (Spanyol) dan meninggal di Sancian (Tiongkok). Ia dinyatakan sebagai pelindung Gereja di tanah misi.



Sumber: Ensiklopedi Orang Kudus

Senin, 31 Oktober 2011

Doa Syukur atas Bulan Rosario

Allah Bapa Surgawi, kami mengucap syukur kepada-Mu atas bulan-bulan yang telah kami lewati. Khususnya kami mengucap syukur kepada-Mu atas Bulan Rosario yang berakhir pada hari ini. Kami bersyukur karena kami dapat melewati bulan ini dengan berkanjang dalam doa Rosario suci, doa yang diminta oleh Bunda dan nabiah surgawi ketika ia turun dari surga.

Dengan mendaras Rosario suci ini dengan kepasrahan, kepercayaan dan ketekunan, kami merenungkan misteri-misterinya dan memperoleh dari pada-Mu anugerah besar, terlebih rahmat perubahan hati, pertobatan dan keselamatan.

Dengan mendaras Rosario suci kami berdoa bersama Bunda surgawi, Ratu Rosario suci, dan hidup dalam perlindungan Hati Maria Yang Tak Bernoda, yang membuat kami merasa aman dan damai, seperti dilakukan oleh induk ayam terhadap anak-anaknya.

Doa syukur ini kami persembahkan kepada-Mu, dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Minggu, 30 Oktober 2011

Menggapai Kekudusan

MENGGAPAI KEKUDUSAN

Kita menyaksikan bahwa ukuran kesuksesan hidup itu banyak ragamnya. Ada orang yang mengukur kesuksesan hidupnya dengan capaian di luar dan kasat mata. Ada orang yang begitu saja menyamakan sukses dalam bisnis adalah sukses hidup. Misalnya: usaha maju perusahaan di mana-mana, harta semakin menumpuk sepuluh turunan tidak habis dan sebagainya. Dia memang kaya raya tetapi hidupnya bisa saja tidak bahagia. Hidup di dalam keluarga tidak harmonis dan berantem terus. Dapatkah dia disebut orang yang sukses dalam hidupnya?

Lagi, kita menyaksikan ada orang yang begitu saja menyamakan bahwa kesuksesan hidup, bahwa dia berkuasa dan terkenal di mana-mana. Hadir di segala penjuru daerah dielu-elukan. Banyak orang kagum. Tetapi, suatu saat dia meninggal dunia akibat over dosis penggunaan narkoba. Benarkah dia dapat dikatakan hidupnya sukses? Masih banyak lain contoh yang dapat diangkat untuk menelisik aneka ragam orang memaknai hidupnya.

Tujuan Hidup


Dalam kacamata iman, kita sulit mengatakan bahwa hidup mereka sukses. Ukuran dunia bisa jadi sebagai orang sukses dalam bidangnya. Tetapi, bidang tersebut selalu hanya sebagai salah satu aspek hidup; bagian kecil dari hidupnya. Hidup mereka secara integral sebagai manusia bisa dikatakan gagal. Gagal di dalam memaknai hidupnya. Gagal di dalam menetapkan dan mencapai tujuan hidupnya. Bahkan mungkin mereka gagal juga mencapai kebahagiaan hidupnya.

Allah dalam diri Yesus mengajarkan bahwa tujuan hidup manusia adalah Allah sendiri. Manusia dipanggil bersatu dengan Allahnya. Bila hal ini tercapai, maka hidup manusia akan menjadi sukses dan bermakna. Karena di sana orang akan menemukan kesejatian hidupnya. Orang yang hidup dalam kesejatiannya, otomatis menjadi orang-orang yang bahagia. Orang-orang dunia mungkin menilai aneh dan lain, tetapi mereka sungguh-sungguh tahu esensi dan ekstitensi hidupnya.

Siapa mereka itu? Jawabannya sangat jelas. Mereka itu adalah orang-orang kudus. Orang-orang kudus tersebut meninggal di usia berbeda-beda, tetapi mereka mencapai kekudusan itu. Ada bermacam-macam orang-orang kudus: ada yang sebagai raja, pelayan, perawan, orang muda, petani, ibu rumah tangga, imam, Uskup, biarawan-biarawati, dan sebagainya. Mereka memang masing-masing memiliki perbedaan sifat dan karakternya sesuai dengan keunikannya. Anugerah Tuhan sungguh berkembang dalam hidupnya.

Mereka adalah manusia seperti kita. Mereka juga pernah dan tentu masih banyak yang hidup di atas bumi ini, entah itu yang wafat dan dibeatifikasi atau dikanonisasi maupun tidak terkenal dan tidak mengalami proses itu semua. Kita yakin bahwa orang-orang kudus dari masa ke masa selalu ada. Kita diundang dan dikehendaki Allah untuk hidup kudus seperti mereka, tentu dalam konteks hidup kita masing-masing. Mereka menjadi kudus karena mereka berusaha dan terus berusaha untuk hidup kudus seperti Allah adalah kudus dan bahkan Mahakudus. Itu sebuah kesadaran dan pilihan hidup mereka. Mereka mencoba selalu mengoreksi yang salah dan dosanya dengan tidak pernah putus asa, tidak pernah menyerah untuk memercayai kasih dan kerahiman Allah pada diri mereka.

Teladan

Membaca riwayat orang kudus, kita selalu kagum dan geleng-geleng kepala. Mereka dapat menjadi teladan. Mereka dapat menjadi cermin bagi hidup kita. Terutama mereka menjadi teladan di dalam mengikuti jejak Kristus. Bagaimanapun juga kita membutuhkan banyak teladan dan mereka yang telah mencapai kekudusan dari para kudus. Terkadang ada tuduhan bahwa meniru itu negatif dan tidak kreatif. Tetapi, meniru orang kudus adalah suatu kreativitas sendiri. Karena hidup mereka rata-rata keras dan tegas dalam menjalani sabda Tuhan yang mewujud dalam iman, harapan, dan kasih. Mereka sabar, murah hati, tekun, rendah hati dan sebagainya. Mereka adalah bukti otentik dan nyata bahwa Kitab Suci pada ajaran Gereja Katolik yang telah mereka hayati telah mengantar pada kekudusan. Hidup mereka merupakan suatu 'kepastian' di mana kita tak perlu ragu untuk mengikuti Kristus dalam Gereja Katolik demi satu hal: menggapai kekudusan.

Oleh karena itu, pada hari raya Semua Orang Kudus ini kita patut bersyukur kepada Tuhan. Kita diberi cermin, teladan, dan sabda Allah yang sungguh hidup dalam diri orang-orang kudus. Artinya, sabda Allah mengungkapkan kebenarannya. Mereka itu adalah Sabda Allah yang hidup dan berjalan secara nyata. Bukankah ini suatu ajaran dan pengajaran yang paling efektif bagi kita? Semoga kita mampu menggapai kekudusan seperti mereka.

(Andreas Yudhi Wiyadi, O.Carm/RUAH)

Minggu, 23 Oktober 2011

Maria, Bintang Evangelisasi



Inilah keinginan yang dengan suka hati kami serahkan ke tangan dan Hati Bunda Perawan Maria Tak Bernoda. Pada hari ini yang secara khusus dipersembahkan kepadanya dan juga merupakan sepuluh tahun penutupan Konsili Vatikan II. Pada pagi Pentakosta Maria dengan doanya menyaksikan mulainya evangelisasi yang didorong oleh Roh Kudus. Semoga Maria menjadi Bintang Evangelisasi, yang selalu diperbarui, yang harus dimajukan oleh Gereja dan dilaksanakan olehnya, karena taat pada perintah Tuhan, lebih-lebih pada masa sekarang ini yang sulit tapi penuh harapan.

(Paus Paulus VI, Imbauan Apostolik Evangelii Nuntiandi, 8 Desember 1975, No.82)

Minggu, 16 Oktober 2011

Santo Lukas, Penginjil

Santo Lukas, Penginjil

Pengantar

Kita perlu mengenal Santo Lukas karena beberapa alasan. Pertama, dia itu salah satu pengarang Injil (Sinoptik) yang memberitakan Peristiwa Yesus Kristus kepada kita. Kedua, Santo Lukas adalah penulis Kisah Para Rasul yang memberitakan tentang kehidupan Gereja Katolik awal. Dia mengetahui suka duka kehidupan umat Kristiani pada awal pertumbuhannya. Ketiga, Santo Lukas itu pengarang Injil yang menyajikan Yesus Kristus secara berbeda. Kita perlu memahami kekhasan tulisannya sehingga bisa membaca dan memahaminya secara tepat.

Tulisan pendek dan sederhana ini hanya akan menyajikan identitas Santo Lukas, kekhasan Injilnya dan bagaimana membacanya.

Riwayat

Ada beberapa catatan tentang identitas penulis Injil ketiga ini. Santo Lukas bukan orang Yahudi (Kol 4:14). Dia memahami bahasa Yunani dan Aram. Sebagai seorang dokter (Kol 4:14) Lukas mempunyai latar belakang pendidikan berbeda dari dua penulis Injil Sinoptik lain. Santo Paulus menyebutnya teman setia (2Tim 4:7-11). "Ia seorang Kristen, generasi kedua, yang mahir dalam Alkitab Perjanjian Lama dan mempunyai minat besar terhadap tradisi Kristen dari masa yang lampau" (Groenen: Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Kanisius, 1984, hlm. 125). Lukas mengenal kehidupan jemaat Kristen yang sudah mulai tumbuh dan berkembang di antara orang-orang non-Yahudi.

Kekhasan Injil Lukas

Santo Lukas menulis Injil untuk umat Kristen bukan Yahudi, yakni mereka yang berkebudayaan Yunani dan mengalami tekanan dari lingkungan sosial yang kurang simpatik terhadap orang Kristen. Mereka menantikan Yesus yang dirasakan tidak kunjung tiba. Lukas meyakinkan mereka supaya tetap setia kepada Yesus dan takut akan Allah.

Injilnya disusun berdasarkan tradisi tertulis yang sudah tersedia waktu itu dan dimaksudkan untuk meneguhkan iman para pembacanya. Katanya, "....aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahuinya bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar" (Luk 1:4)

Tampaknya Lukas menyusun Injil "sejarah" Yesus secara teratur. Dimulai dari kehidupan Yesus (Injil) dan permulaan umat Kristen (Kisah Para Rasul). Dia sering menyebut tokoh-tokoh sejarah. Misalnya: Herodes, raja Yudea (Luk 1:5) dan Kaisar Agustus (Luk 2:1). Yesus ditempatkan dalam kerangka sejarah dan menyangkut sejarah umat manusia. Namun, Lukas tidak bermaksud menulis buku sejarah (bdk. Luk 1:4).

Kita bisa melihat susunan Injilnya yang sangat teratur. Pertama, pendahuluan (Luk 3:1-4:13). Kedua, karya Yesus di Galilea (Luk 4:14-9:50). Ketiga, kisah perjalanan Yesus (Luk 9:51-19:27). Akhirnya, bagian terakhir (Luk 22:1-24:53) yang dirangkai dengan bagian-bagian lain. Tampaknya bab 1 dan 2 ditulis setelah seluruh injilnya selesai ditulis.

Santo Lukas menampilkan Yesus sebagai Tuhan yang mengunjungi umat-Nya (Luk 2:8-14; 17:22). Tuhan yang melawat umat-Nya datang dengan kasih-Nya. Belas kasih Allah terhadap manusia ini begitu menonjol dalam tulisan-tulisan Lukas (Luk 7:37 dst; 15:1; 18:9; 19:1, dst). Allah yang berbelaskasih kepada manusia sungguh menonjol dalam Injil ketiga ini.

Bagaimana membaca Injil Lukas

Sebagai orang Katolik mungkin kita mengalami nasib serupa dengan pengalaman jemaat pembaca Injil Lukas waktu itu. Kehidupan sehari-hari kita yang sulit dan penuh tekanan kadang membuat Yesus terasa jauh. Kita juga mengalami tekanan dan penindasan dari orang-orang yang tidak senang terhadap pengikut Yesus.

Injil Lukas ingin meneguhkan kita. Di samping itu, Injil ini menampilkan Yesus yang menjadi teladan bagi kita. Bukankah Dia setia kepada Allah dalam segala situasi? Dia membalas kejahatan, penganiayaan, dan kejahatan dengan kasih, pengampunan, dan sikap lemah lembut. Sikap inilah yang seharusnya menjiwai kita dalam membaca Injil ketiga ini.

Di samping itu, kita mesti membaca Injil Lukas dengan melibatkan seluruh pengalaman suka-duka hidup kita seraya meneladan Yesus yang penuh belas kasihan dan taat kepada kehendak Allah, Bapa-Nya . Membaca Injil ini dengan penuh iman sambil menantikan Yesus yang akan datang kembali memang menguji sekaligus meneguhkan iman kita.

Penutup

Membaca Injil tidak seperti membaca berita. Diperlukan sikap hati yang siap mendengarkan Sabda Tuhan. Melibatkan pengalaman hidup sehari-hari dalam mendengarkan Injil membantu kita memahami pesan-pesan Tuhan yang relevan dan berhubungan dalam kehidupan kita.

Sidang pembaca Injil Lukas adalah orang-orang Kristen berkebudayaan Yunani yang menghadapi tekanan dan sikap tidak simpatik. Mereka juga sedang menanti-nantikan kedatangan Tuhan dalam keraguan. Injil Lukas meneguhkan iman mereka.

Apakah kita juga sering mengalami hal serupa? Kalau demikian, Injil Lukas bisa meneguhkan iman dan membimbing perjalanan hidup kita. Mengapa tidak membacanya dan menimba kekuatan dari dalamnya?


RUAH

Kamis, 06 Oktober 2011

Santa Perawan Maria, Ratu Rosario

Santa Perawan Maria, Ratu Rosario

Menurut pengalaman saya sebagai Pastor Paroki selama ini, salah satu devosi yang sangat berkembang dan digemari oleh umat yakni doa Rosario. Di lingkungan atau stasi, bila sudah memasuki bulan Mei sebagai Bulan Maria atau bulan Oktober sebagai Bulan Rosario, mereka tekun dalam pertemuan bersama untuk berdoa Rosario. Intensitas pertemuan juga cukup tinggi, ada yang satu minggu sekali, ada yang 2 kali seminggu, ada yang 3 kali seminggu bahkan ada yang tiap hari kecuali Sabtu dan Minggu. Herannya, umat yang hadir dapat dibilang banyak.

Berbeda sekali saat lingkungan mengadakan pertemuan sharing iman, Pendalaman Iman atau Pendalaman Kitab Suci yang hadir tidak terlalu banyak. Antusiasme umat berkurang. Ada apa ini? Aneh, tetapi itulah yang terjadi di lapangan. Mungkin doa Rosario begitu mudah, sederhana dan sudah dihafal sehingga tidak ada beban sedikit pun bagi mereka. Apa pun yang terjadi, devosi doa Rosario patut kita apresiasi sebagai gerakan kesalehan rohani umat.

Asal muasal


Semua kebiasaan yang kini berkembang selalu ada latar belakangnya. Begitu pula peringatan wajib Maria Ratu Rosario yang dirayakan peringatannya oleh Gereja setiap tanggal 7 Oktober, punya sejarah sendiri. Kitanya perlu diceritakan di sini.

Pada tanggal 7 Oktober 1571 terjadi suatu pertempuran armada laut yang dahsyat di Laut Tengah, dekat pantai Yunani. Tempat itu disebut Lepanto. Turki memiliki angkatan laut yang paling kuat di bawah Halifasha. Sebelum pertempuan ini, Turki telah menyerang semua pelabuhan Katolik di Eropa. Paus Pius V yang pada waktu itu duduk di Takhta St. Petrus di Roma menyerukan supaya semua orang Katolik di Eropa bersatu dan bertahan terhadap serangan armada Halifasha. Kemudian Paus menunjuk Don Yuan dari Austria menjadi komandan armada gabungan Eropa yang akan menghadapi armada Turki.

Don Yuan terkenal memiliki devosi yang sangat kuat kepada Bunda Maria. Ketika tentara Katolik naik ke kapal untuk diberangkatkan ke medan perang, mereka masing-masing diberi rosario di tangan kanan, sementara tangan kiri mereka memegang senjata. Paus yang menyadari armada ini tidak ada artinya dibandingkan dengan armada Turki yang jumlahnya tiga kali lipat, meminta agar seluruh penduduk Eropa berdoa rosario. Di mana-mana orang berdoa Rosario selama 24 jam terus-menerus.

Tanggal 7 Oktober 1571 pukul 11.30, kedua armada itu mulai bertempur dengan dahsyat hingga baru berakhir pukul 5.30 sore, hari berikutnya. Mukjizat terjadi di sana. Ketika pertempuran sedang berlangsung sengit, tiba-tiba angin berubah arah sehingga menguntungkan pihak armada Katolik. Armada Turki berhasil dikalahkan. Halifasha mati terbunuh. Karena kemenangan Rosario ini, maka tanggal 7 Oktober ditetapkkan sebagai hari peringatan Maria Ratu Rosario (lih.Indocell.net/yesaya)

Maria, Teladan Doa

Teladan apa? Maria adalah teladan dalam hal berdoa. Maria adalah seorang ratu dalam hal doa. Artinya, dia adalah orang yang unggul dalam hidup doa. Imannya yang begitu kuat dan mendalam tidak mungkin dimiliki tanpa hidup doa yang baik. Gereja melihat keunggulan Maria dalam aspek ini. Karena dia sebagai seorang pendoa kontemplatif, niscaya dia juga seorang yang tidak egois, ia sangat tahu dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Tidak hanya itu, Maria akhirnya membawa masalah itu kepada Yesus. Akhirnya orang mendapatkan pertolongan. Kita ingat cerita indah itu pada peristiwa Perkawinan di Kana di mana terjadi mukjizat air diubah menjadi anggur oleh Yesus.

Begitulah Maria memang pantas sebagai Ratu Rosario dan Ratu doa. Umat begitu mudah memahami akan hal ini sehingga mereka sangat senang berdevosi dan berdoa Rosario untuk membangun relasi pribadi dengan Tuhan dan Bunda-Nya. Dengan berdoa Rosario, umat sering mendapat pertolongan Tuhan, seperti keluarga yang mengadakan hajatan pernikahan di Kana.

Selain itu, dengan berdoa Rosario umat dapat memupuk iman dan menyucikan waktu dan hidupnya untuk Tuhan.

RUAH/Yudhi

Selasa, 04 Oktober 2011

Mengenal Romo Van Lith

Fransiscus Georgius Josephus Van Lith atau sering kali disingkat sebagai Frans van Lith (lahir 17 Mei 1963, meninggal 9 Januari 1926 pada umur 62 tahun) adalah seorang imam Yesuit asal Oirschot, Belanda yang meletakkan dasar karya Katolik di Jawa, khususnya Jawa Tengah.. Dia membaptis orang-orang Jawa pertama di Sendangsono, mendirikan sekolah guru di Muntilan, memperjuangkan status pendidikan orang pribumi dalam masa pendudukan kolonial Belanda.

Namanya dikenal karena mampu menyelaraskan ajaran agama Katolik Roma dengan tradisi Jawa sehingga bisa diterima oleh masyarakat Jawa. Saat ini di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Katolik merupakan sebuah agama yang memiliki pengaruh di antara orang Jawa dan Tionghoa-Indonesia.

Paus Yohanes Paulus II, saat berpidato di Yogyakarta tanggal 10 Oktober 1989, mengatakan bahwa hari itu ia berada di jantung Pulau Jawa untuk secara khudus mengenang mereka yang telah meletakkan dasar bagi umat-Nya, yaitu Romo Van Lith, SJ dan dua muridnya, Mgr Soegijapranata dan IJ Kasimo.

Van Lith tiba untuk pertama kalinya di Semarang tahun 1896 kemudian belajar budaya dan adat Jawa. Selesai pembekalan, ia ditempatkan di Muntilan sejak 1897. Ia menetap di Desa Semampir di pinggir Kali Lamat.

Pada 14 Desember 1904 Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulon Progo. Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di antara orang Jawa dimana 171 orang menjadi pribumi pertama yang memeluk agama Katolik. Lokasi pembaptisan ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.

Pendidikan untuk pribumi

Di desa Semampir ia mendirikan sebuah sekolah desa dan sebuah bangunan gereja. Saat itulah memulai kompleks persekolahan Katolik di Muntilan, mulai dari Normaalschool di tahun 1900, sekolah guru berbahasa belanda atau Kweekschool tahun 1904 dan kemudian pendidikan guru-guru kepala pada tahun 1906. Sekolah guru untuk penduduk pribumi Jawa ini bisa dimasuki oleh anak Jawa dari mana pun, dari agama apa pun. Awalnya memiliki 107 orang, 32 di antaranya bukan Katolik.

Di tahun 1911 dibuka secara resmi seminari (sekolah calon pastor) pertama di Indonesia karena sebagian di antara lulusannya ingin menjadi pastor. Satu di antaranya Mgr A Soegijapranata SJ (1896-1963), yang kemudian menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang, uskup pertama pribumi.

Gereja kecil dan sekolah desa Semampir kemudian berkembang menjadi satu kompleks gedung-gdung yang di tahun 1911 dinamai Kolese Fransiscus Xaverius. Tahun 1948, kompleks sekolah ini dibakar.

Lewat pendidikan sekolah di Muntilan menghasilkan tokoh politik Katolik seperti Kasimo, Frans Seda, dan sejumlah tokoh lain. Kelak sekolah ini dikenal sebagai SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Magelang.

Di Klaten Van Lith berusaha mendirikan HIS. Mula-mula pengajuan izin pendirian HIS di Klaten ditolak oleh Asisten Residen dengan alasan di Klaten telah berdiri HIS Protestan. Karena penolakan itu maka Pastur Van Lith mengajukan permohonan langsung kepada residen Surakarta. Permohonannya dikabulkan, sehingga pada tahun 1920 HIS Kanisius Klaten didirikan dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan di rumah penduduk.

Van Lith memperjuangkan pendidikan bagi para pribumi. Ia mengusahakan pengiriman mahasiswa-mahasiswa pribumi ke perguruan tinggi di Belanda dan menganjurkan Yesuit agar mendirikan kolese-kolese untuk pendidikan setara AMS.

Politik

Ia menjadi anggota Dewan Pendidikan/Onderwijsraad tahun 1918. Tahun itu pula ia diangkat menjadi anggota sebagai anggota Komisi Peninjauan Kenegaraan Hindia Belanda / Commissie tot Herziening van de Grondslagen der Staatsinrichting van Nederlandch-Indie. Komisi tersebut dibentuk untuk merealisasikan maksud pemerintah Belanda menata ketatanegaraan di Hindia Belanda, yang melibatkan baik orang Belanda maupun orang pribumi. Dalam komisi ini ia menuntut posisi perwakilan orang pribumi dalam Volksraad.

Ia pun diusulkan sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) Partai Sarekat Islam, pimpinan teman dekat Van Lith, K.H. Agus Salim. Memang ia tidak pernah jadi anggota Dewan Rakyat. Tetapi, atas kegiatannya di bidang pendidikan ditunjuk menjadi anggota Dewan Pendidikan Hindia Belanda dan anggota Komisi Peninjauan Kembali Ketatanegaraan Hindia Belanda.

Di kedua lembaga itu Pater Van Lith memperjuangkan kepentingan pribumi dan tidak disukai oleh Belanda. Van Lith kemudian kembali ke Belanda pada tahun 1920 untuk memulihkan kesehatan. Maka, ketika mau kembali ke Indonesia setelah berobat, dia dihalan-halangi oleh pemerintah Belanda.

Kembali ke Indonesia

Tahun 1924 ia kembali dan kemudian menetap di Semarang dan mendirikan sekolah HIS dan Standaardschool sambil mengajar para novisiat Yesuit . Van Lith meninggal dunia pada tanggal 17 Mei 1926 di Semarang dan dikebumikan di pemakaman Yesuit di Muntilan.


Sumber: RUAH Okt-Des 2011; hal. 74-76

ROSARIO: SARANA MERENUNGKAN MISTERI

Dalam doa Rosario, renungan tentang misteri-misteri Kristus ditawarkan lewat suatu metode yang dimaksud untuk membantu merenungkan misteri-misteri tersebut, yakni metode yang didasarkan pada pengulangan. Ini berlaku utamanya untuk Salam Maria, yang diulang 10 kali dalam peristiwa. Kalau pengulangan ini dinilai berlebihan akan muncul godaan untuk melihat Rosario sebagai doa yang kering dan membosankan. Tetapi, akan sangat berbeda, kalau doa Rosario dipandang sebagai luapan kasih yang tanpa kenal lelah kepada orang yang sangat dikasihi; di sini ungkapan-ungkapan bisa tetap serupa tetapi isinya selalu baru karena perasaan-perasaan yang meliputinya.

Satu hal yang sangat jelas: meski Salam Maria yang diulang-ulang itu dialamatkan langsung kepada Maria, Yesuslah yang akhirnya menjadi sasaran kegiatan kasih itu; bersama Maria dan lewat dia kegiatan kasih itu ditujukan kepada Yesus. Pengulangan itu ditopang oleh keinginan untuk semakin menyerupai Kristus, 'program' yang tepat untuk hidup Kristiani.

Sumber: Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II, Rosarium Virginis Mariae, 2002, No. 26
RUAH

Makna Doa Rosario

Doa Rosario adalah 'ringkasan Injil', karena di dalamnya dirangkai direnungkan sejarah keselamatan yang dipaparkan dalam Injil; mulai kisah-kisah sekitar inkarnasi sampai dengan kebangkitan dan kenaikan Tuhan. Dengan ditambahkannya satu rangkaian peristiwa baru, yakni peristiwa terang, doa Rosario menjadi ringkasan Injil yang lebih utuh. Kini renungan Rosario mencakup: peristiwa-peristiwa sekitar inkarnasi dan masa kecil Yesus (peristiwa-peristiwa gembira), peristiwa-peristiwa amat penting dalam pelayanan Yesus di hadapan umum (peristiwa-peristiwa terang), peristiwa-peristiwa sekitar sengsara-Nya (peristiwa-peristiwa sedih), dan kenangan akan kebangkitan-Nya (peristiwa-peristiwa mulia). RPM No 19


"Jangan lagi melukai hati Tuhan, Allah kita, karena Dia begitu banyak dilukai" ~ Pesan Bunda Maria di Fatima 13 Oktober 1917

Minggu, 25 September 2011

Doa Rosario adalah doa Kristologis

Doa Rosario adalah salah satu doa Kristiani yang sangat Injili, yang intinya adalah renungan tentang Kristus. Sebagai doa Injil, Rosario dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan, dan memiliki orientasi Kristologis yang gamblang. Unsurnya yang paling khas adalah pendarasan doa Salam Maria secara berantai. Tetapi puncak dari Salam Maria sendiri adalah nama Yesus. Nama ini menjadi puncak baik dari kabar/salam malaikat, "Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu," maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis, "Terpujilah buah tubuhmu" (Luk 1:42). Pendarasan Salam Maria secara berantai itu menjadi bingkai, dimana dirajut renungan atau kontemplasi atas misteri-misteri yang ditampilkan lewat Rosario. (Paus Paulus VI, Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Februari 1974, 46)

Sabtu, 24 September 2011

Gua Maria Kerep Ambarawa



Salah satu stasi Doa Jalan Salib, Yesus disalibkan.





Gua Maria Kerep, Ambarawa



Ruang Doa




Danau Galilea @ Taman Doa Kerep-Ambarawa.



Taman Gantung @ Taman Doa Kerep-Ambarawa



Taman Doa Kerep-Ambarawa diberkati oleh Mgr. Ignatius Suharyo- Uskup Agung Semarang.



 
Sejarah

Gua Maria Kerep dibangun pada tahun 1954 sebagai wujud kerinduan umat Paroki Santo Yusuf Ambarawa untuk mendekatkan diri pada Tuhan dengan perantara Bunda Maria. Pembangunannya dipelopori oleh para Bruder Jesuit dan dan didukung oleh Romo J.Reijnders SJ, pastor paroki Santo Yusuf Ambarawa. Semula para biarawan itu tinggal di Yogyakarta. Mereka hijrah ke Muntilan pada 1948 sebelum menetap di Kerep, Ambarawa. Pada tahun 1960 bruderan pindah ke Salatiga. Dengan bantuan siswa SGB, mereka mengumpulkan batu demi batu hingga akhirnya berdiri Gua Maria Kerep. Bangunan itu diresmikan oleh Mgr Albertus Soegijapranata SJ pada 15 Agustus 1954.

Lokasi Gua Maria Kerep ditemukan oleh Pastor Lukas Koersen SJ, direktur pada Bruder Apostolik dan Pastor Kester SJ. Letaknya di kebun Bruderan. Lokasi itu tidak terlalu istimewa, tetapi sangat cocok untuk tempat ziarah. Tidak lama setelah itu, Gua Maria dibangun di lokasi yang ditunjukan oleh kedua Pastor tersebut. Sebelumnya, umat setempat berziarah ke Sendang Sriningsih, Wedi Klaten. Sejak diresmikan pada tahun 1954, gua ini ramai didatangi para peziarah.

Pada tahun 1981, Gua Maria Kerep direnovasi berkat dukungan keluarga Lo Thiam Siang alias Bapak Bedjo Ludiro dari Juwana, yang baru saja berziarah ke Gua Lourdes, Prancis. Keluarga ini bersyukur kepada Tuhan atas terkabulnya doa mereka bagi kesembuhan sang istri dari penyakit lumpuh. Gua ini dibangun mirip Gua Maria Lourdes. Upacara pemberkatan dilakukan pada 4 Oktober 1981 oleh Uskup Agung Semarang saat itu Justinus Kardinal Darmojuwono.

Seiring dengan besarnya jumlah umat untuk berziarah ke Gua Maria Kerep, Uskup Agung Semarang Mgr. Julius Darmaatmaja SJ pada tahun 1992 membentuk Panitia Pembangunan Gua Maria Kerep untuk melakukan renovasi tambahan dan membangun beberapa fasilitas pendukung untuk kegiatan rohani (rekoleksi, retreat, dan pertemuan rohani lainnya). Juga dibangun stasi-stasi jalan salib diantara pepohonan yang rindang sepanjang musim. Di komplek gua ini juga terdapat makam Pendiri Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Ibu Maria Soelastri Soejadi Darmoseputro, yang wafat pada 8 September 1975.

Dewasa ini halaman Gua Maria Kerep bisa menampung sekitar 3000 umat. Yang berziarah ke sini bukan hanya umat Katolik melainkan juga umat agama lain bagi umat Katolik, keberadaan Gua Maria Kerep tidak hanya sekedar sebagai tempat untuk berziarah dan berdoa. Kehadiran gua tersebut erat kaitannya dengan sejarah perkembangan agama Katolik di Jawa Tengah. Daerah ini merupakan salah satu pusat perkembangan agama Katolik di daerah ini.

Gagasan untuk memperindah Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) tak kunjung habis. Setelah pembangunan arena perkemahan yang dilengkapi dengan rumah kaca, muncul gagasan untuk menciptakan taman firdaus, yang diharapkan menjadi Taman Doa. Taman Doa tempat dimana umat menimba kekuatan yang berasal dari Allah melalui perjumpaan dengan Yesus. Beberapa tempat ditanah Palestina dihadirkan dalam taman doa ini, agar kita dapat merenungkan peristiwa - peristiwa hidup Yesus.

Pada Tanggal 15 Agustus 2004, Hari Raya Maria Diangkat Ke Surga, diselenggarakan perayaan 50 tahun GMKA. Pada hari itulah diadakan upacara sederhana peletakkan batu pertama Taman Doa GMKA. Sejak itu mulailah pula pembangunan Taman Doa.

Melalui Jembatan yang menghubungkan kawasan peziarahan GMKA kita dapat menuju Taman Doa, dan dengan menyusuri jalan di Taman Doa dapat kita renungkan peristiwa - peristiwa hidup Yesus : sungai Yordan tempat Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Kana di Galilea tempat Yesus mengubah air menjadi anggur, padang rumput luas tempat Yesus menggandakan 5 roti dan 2 ikan, danau Galilea tempat Yesus Memanggil para murid-Nya untuk menjadi penjala manusia, taman makam tempat Yesus masuk ke rahim ibu pertiwi, dan kemudian pada hari ketiga bangkit dan memberi pesan kepada wanita, Jangan takut! Pergi dan katakanlah kepada Saudara-saudara-Ku supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku!

Pesan tersebut mendorong kita untuk bersama Maria melanjutkan perjalanan kita, agar kita semakin setia mengikuti Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah yang memerdekakan.(bdk. Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2001-2005,a1.1)

Minggu, 8 Mei 2005 taman Doa GMKA diberkati oleh Mgr. I. Suharyo, Uskup Agung Semarang, pada misa novena yang menegaskan jatidiri Gereja Keuskupan Agung Semarang sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban pengharapan.

Sumber: http://www.guamariakerep.org/index.html

 





Makam Yesus



Stasi Doa Jalan Salib "Yesus diturunkan dari Salib"




Salib besar di kompleks Gua Maria Kerep, Salib ini beda dengan yg ada di stasi Doa Jalan Salib.



Taman lagii...








 








Foto: jetszz, glenX/WebGaul.com

Gereja Basilik Lateran (Foto 2-habis)











FOTO: Olives/WebGaul.com

Gereja Basilik Lateran (Foto 1)

Ada lukisan Giotto juga di gereja ini...(Giotto adalah pelukis itali terkenal dari masa Renaissance)
Teras bagian depan
Jadwal Pengakuan Dosa dengan berbagai macam bahasa
Pada Masa Natal

Di basilika ini juga ada sarkofagus cardinal dan beberapa Paus. Diantaranya Paus Innocentio III
Bagian dalam gereja


SEMUA FOTO: Olives/WebGaul.Com

Gereja Basilik Lateran

Gereja Santo Yohanes Basilik Lateran ini merupakan pusat induk Gereja Katolik.


Gereja ini diberkati dengan suatu upacara agung dan meriah oleh Sri Paus Silvester I (314 - 335) pada tahun 324. Karena basilik ini merupakan gereja Katedral untuk Uskup Roma yang sekaligus menjabat sebagai paus, maka basilik itu pun disebut 'induk semua gereja', baik di Roma maupun di seluruh dunia. Karena itu juga basilik Lateran merupakan gereja paroki bagi seluruh umat Katolik sedunia. Basilik itu sekarang disebut Gereja Santo Yohanes Lateran.

Gereja pertama yang dibangun ialah Basilik Agung Penebus Mahakudus di Lateran. Letaknya di atas bukit Goelius dan tergabung dengan istana kekaisaran, Lateran.

Dalam konteks sejarah Gereja Kristen, Basilik ini merupakan basilik agung yang pertama, yang melambangkan kemerdekaan dan perdamaian di dalam Gereja setelah 3 abad lebih berada di dalam kancah penghambatan dan penganiayaan kaisar-kaisar Romawi yang kafir.

Nama resmi Gereja ini adalah Basilika Agung Penyelamat Mahakudus, Santo Yohanes Pembaptis dan Santo Yohanes Penginjil (nama ini ditambahkan kemudian saat pemberkatan setelah renovasi abad ke 10 dan ke 12). Gereja ini juga dikenal dengan nama Basilika San Giovanni.

Dikutip dari buku Orang-Orang Kudus Sepanjang Tahun oleh Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM. Penerbit OBOR
Inspirasi Batin 2011

Gua Maria Sendangsono (2)

Mata Air

Nama Sendangsono, berarti mata air yang mengalir di bawah pohon. Dari sinilah benih-benih iman Katolik mulai disebarkan 100 tahun lalu di Jawa.

Tanah tempat mata air yang digunakan oleh Pastor van Lith dan Gua Maria Sendangsono itu adalah milik keluarga Suparto. Salah seorang anggota keluarga itu adalah orang Katolik Jawa yang dibaptis pertama kali di sana. Keluarga itu memberikan sebidang tanah seluas 3.000 meter persegi kepada Gereja.

Pada akhir tahun 1980, seorang arsitek yang juga seorang imam Katolik, almarhum Romo Yusup Bilyarta Mangunwijaya Pr, atau yang lebih akrab disapa Romo Mangun, membenahi Sendangsono dengan arsitektur bergaya Jawa. Pendopo-pendopo didirikan dan setiap sudut dikemas dengan orisional.

Pemandangan Sendangsono yang indah dan sejuk lantaran rindangnya pohon-pohon dan cantiknya dekorasi, membangkitkan aura tersendiri.

Tak heran jika saat ini, selain berdoa di kaki patung Maria, peziarah sering tinggal berlama-lama di tempat itu untuk beristirahat di pendopo-pendopo yang disusun sesuai dengan kondisi alamnya.

Sesuai struktur geografisnya yakni perbukitan, Romo Mangun menjadikan kawasan ini bak tempat peristirahatan yang futuristik. Ada pendopo yang menjulang tinggi di sisi bukit, bagai memagari lembah, tetapi ada juga yang dibangun landai.

Arsitek bergaya Jawa ini menambah situasi magis tersendiri. Jika masuk ke Sendangsono, rasa keengganan beranjak itu selalu ada. Selain merasa lebih dekat dengan sang Kuasa, tempat itu seakan-akan menyajikan gambaran misteri penciptaan Allah.

Tak jarang para mahasiswa memanfaatkan suasana sunyi ini untuk menyepi. Membawa perbekalan seadaanya, mereka berhari-hari bersantai dan menyelesaikan tugas kuliah. Begitu juga para orang tua yang ingin sekadar melapas lelah, Sendangsono seakan-akan memberikan jiwa baru bagi pengunjungnya.

Masyarakat percaya, Allah menjadi sangat dekat ketika berada di Sendangsono. Kesunyian, keasrian alam, seakan menyediakan dunia yang sungguh berbeda. Selain peziarah yang mendapatkan kenyamanan dari Sendangsono, masyarakat sekitar pun memanfaatkan banjirnya peziarah ini dengan menjual makanan dan minuman termasuk suvenir khas umat Katolik. Dari patung Maria, kalung rosario hingga Alkitab, semuanya tersaji lengkap.

Begitu juga dengan Aloysius Agus Suparto (62) yang seorang pensiunan sopir, Kolese Ignatius Kotabaru, Yogyakarta, menggunakan uang pesangon untuk membuka warung kecil. Dari keuntungannya, ia membangun rumah peristirahatan untuk peziarah bernama Wisma Siloam. Rumah seluas 200 meter persegi dan berlantai dua itu dipersembahkan gratis bagi pada peziarah.

Berpuasa

Seratus tahun sudah usia Sendangsono. Dari tempat ini, ribuan bahkan jutaan doa didengungkan. Dalam melaksanakan tirakatannya, tak jarang umat juga berpuasa seperti tradisi spiritual di Jawa. Bahkan ada yang berhari-hari menjalaninya.

Meski tetap menjalankan liturgi Katolik dengan mengikuti prosesi jalan salib, orang-orang Katolik Jawa ini tetap memegang teguh tradisi masing-masing.

Romo Sindhunata SJ yang pernah memberikan pernyataannya dalam surat utusan menyatakan, apa pun caranya, yang pasti tujuannya adalah Tuhan. Namun Romo Sindhu sempat menyayangkan bahwa kekhusukan tradisi dan doa itu bias oleh permohonan-permohonan hedonisme.

"Memang tidak bisa disangkal, orang melakukan tirakat adalah untuk mencapai sesuatu. Tetapi kita harus kembalikan hakikat dari penghormatan Bunda Maria," katanya.

Menurut Romo, banyak orang yang berdoa justru ingin kaya. Ingin menambah toko dan berbagai permintaan yang sifatnya fisik.

"Sendang itu pada hakikatnya adalah untuk menguatkan iman dan mengingatkan sosok Maria yang begitu pasrah pada kehendak Tuhan. Saat ini yang datang ke sana, memiliki visi dan misi beragam. Ya, keimanan mulai tergerus oleh kepentingan duniawi," ujarnya seraya mengingatkan bahwa hendaknya peziarah memahami, Sendangsono atau patung bunda Maria, hanya mewakili peringatan. Tidak ada muzijat langsung. "Kalau pun banyak kesaksian yang dipaparkan, hal itu tumbuh karena iman," tambahnya.

Terlepas dari bagaimana visi dan misi para peziarah, Romo Sindhunata memaparkan bahwa Sendangsono tetap akan berdiri sesuai tradisi dan nilai pluralitas. "Yang memiliki Sendangsono bukan hanya umat Katolik, tetapi seluruh masyarakat sekitar. Termasuk makna air sendang itu sendiri, yang lekat dengan hajat hidup orang banyak," katanya.

PEMBARUAN/FUSKA SANI EVANI

diposting oleh DWibowo1

Gua Maria Sendangsono (1)

Jutaan Permohonan Tersimpan di Kaki Maria
SENDANGSONO pada mulanya adalah sebuah kolam yang diapit dua pohon Sono dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun. Masih masuk di lingkungan Kalibawang, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Gua Maria Lourdes Sendangsono yang masuk dalam wilayah kerja Paroki Promasan itu sepanjang tahun ramai dikunjungi umat Katolik, terutama pada bulan peringatan Maria yang jatuh pada Mei dan bulan rosario pada Oktober.

PATUNG - Patung Bunda Maria yang didatangkan Romo Prennthaler dari Denmark diletakkan di atas sendang antara dua pohon sono yang pembangunannya dilakukan pada tahun 1927 dengan bergotong-royong.

Di kaki patung Maria, lilin-lilin pendamping doa selalu dinyalakan. Jari-jari peziarah memilin-milin untaian biji kalung rosario seiring dengan doa-doa memuji Bunda Maria. Aneka permohonan disampaikan, dari rasa syukur hingga minta jodoh.

Dikisahkan, sekitar tahun 1900, wilayah tak bertuan itu penuh dengan kekuatan mistis dan dunia gaib. Di tempat ini berdiam makhluk halus yang bernama Dewi Lantamsari dengan anak tunggalnya Den Baguse Samijo. Tempat itu digunakan oleh masyarakat untuk nenepi (bertapa, menyepi untuk memohon sesuatu).

Kolam itu juga menjadi tempat perhentian para biksu Buddha yang berjalan dari Borobudur ke Boro atau sebaliknya. Dalam istirahat itu pun para biksu melakukan ritual mereka dengan bersemadi di tepi kolam. Dari cerita yang muncul, perjalanan para biksu ini akhirnya diadopsi orang awam yang ingin tirakat, dan ditengarai di tempat itu dulunya pernah berdiri biara Buddha.

Dalam mitologi Jawa, dituturkan, Den Baguse Samijo pindah ke Gajah Mungkur, sekitar Borobudur, sedang ibundanya mengikuti Nyai Roro Kidul ke pantai selatan.

Kisah roh-roh halus dan magis ini masih diyakini masyarakat sekitar dan ketika para katekis generasi pertama berkarya di Kalibawang, tidak sedikit mereka diserang oleh kekuatan mistis seperti santet.

Kisah ini menjadi nyata ketika pada suatu ketika kira-kita tahun 1930 Romo Prenthaller SJ memimpin misa, di Kapel Sendangsono. Tiba-tiba wajahnya memerah dan berteriak "Awit asmane Gusti Yesus, lunga! lunga!" seraya mendongkak ke atas.

Umat yang mengikuti misa, masing-masing mendengarkan bunyi bendhe (gong) bertalu-talu disertai ringkikan kuda.

Tiga bulan sebelumnya, juga diceritakan, rombongan ketoprak yang dipimpin Kasimun akan menggelar pementasan dengan cerita gugurnya Arya Penangsang di kawasan Sendangsono. Ketika pemain sedang bersiap-siap, pemeran Surengpati kerasukan roh dan berteriak-teriak bahwa cerita harus diubah, kalau tidak, pemilik hajatan akan celaka hingga anak turunnya. Maka cerita diganti dengan Darpo-Kayun.

Sedikit demi sedikit, cerita roh-roh halus ini mulai bergeser, terutama ketika orang-orang Jawa mulai mengenal ajaran Katolik.

Adalah seorang bernama Barnabas Sarikrama, yang menderita sakit cecek serupa kudis yang sangat parah. Dia sudah datang ke berbagai dukun tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh. Akhirnya ia bertapa di Gajah Mungkur. Sarikrama kemudian mendengar suara yang menyuruhnya berjalan ke arah timur laut. Dalam perjalanannya itu, sampailah ia ke Muntilan dan bertemu dengan Bruder Kersten SJ yang memiliki kemampuan pengobatan.

Sarikrama kemudian mendapat perawatan khusus dan tinggal beberapa saat di biara Muntilan.

Ketika tinggal di Muntilan itu, ia sering mendengar kotbah Romo Van Lith dan ia memohon untuk diperbolehkan masuk untuk mendengarkan.

Setelah sakit yang dideritanya sembuh. Sarikrama akhirnya mengajak tiga temannya untuk belajar kepada Kiyai Londo (Romo Van Lith) dan keempatnya menjadi tonggak pertama jemaat Katolik di kawasan Kalibawang. Ia bersama empat temannya itu kemudian dibaptis oleh Romo Van Lith dan menjadi cantrik dalam gereja yang dipimpin Kyai Sadrakh.

Setelah itu, Romo Van Lith diminta untuk membaptis masyarakat Sendangsono yang mengikuti jejak Barnabas.

Sebanyak 171 orang datang dengan sendirinya dan dibaptis pada 14 Desember 1904 dengan air kolam yang berada di antara dua pohon Sono.

Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normmalschool di tahun 1900 dan Kweekschool di tahun 1904. Hampir semua murid-muridnya menjadi Katolik dan banyak dari mereka yang menjadi rasul-rasul, menyampaikan Injil Kristus ke berbagai belahan Nusantara. Pada tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat. Bahkan banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti A. Adisucipto, I Slamet Riyadi dan Yos Sudarso.

Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan adalah Romo Agung Albertus Sugiyopranoto pada tahun 1940. Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).

Seiring dengan perkembangan penyebaran agama Katolik di kawasan itu, Romo Prennthaler kemudian memesan secara khusus patung Maria dari Belanda dan lonceng-lonceng yang berhiaskan gambar Maria. Namun dalam perjalanannya patung Maria buatan Belanda ini hilang bersama kapalnya yang tenggelam. Kemudian Romo Pren memesan kembali dari Denmark.

Pada mulanya, Sendangsono seluas 3.000 meter persegi itu milik almarhum Ag Partodikromo seorang umat yang merelakan tanahnya untuk tempat ziarah. Akhirnya pembangunan Sendangsono dimulai tahun 1927 dengan bergotong-royong.

Setelah patung Maria terpancang di tengah pohon Sono, Romo Pren selalu berkotbah bahwa Patung Maria hanya untuk mengingatkan hakikat keberadaan manusia. Umat tidak diperkenankan mengharapkan mukjizat langsung.

Akhirnya, berdasar tradisi gereja yang berinkulturasi dengan budaya Jawa yakni nenepi atau tirakatan, Sendangsono menjadi tempat ziarah bagi umat Katolik dari seluruh Indonesia, bahkan luar negeri.

Ribuan umat selalu datang pada Mei dan Oktober dengan misi dan visi masing-masing. Tradisi yang memandang Mei sebagai bulan Maria sudah ada sejak abad pertengahan. Pada mulanya, orang-orang kafir di Italia dan Jerman sudah mempunyai kebiasaan untuk menghormati dewa-dewi pada bulan Mei. Selain memanjatkan doa-doa, biasanya umat juga menyempatkan diri mengambil air dari sendang dan membawanya pulang. Air itu dipercaya punya daya sembuh terhadap penyakit. Namun secara mental, sugesti yang terbangun ketika iman kembali dikuatkan, merupakan obat tersendiri bagi kesembuhan tersebut.

Jumat, 23 September 2011

Byzantine churches


Byzantine churches biasanya atapnya berkubah-kubah mirip mosque (in fact mungkin architecture mosque itu terpengaruh oleh Byzantine architecture). Kayak St Basil's Cathedral in Moscow.
Kalo Latin churches biasanya berstyle Gothic (yg lincip-lincip) & gerbang-gerbangnya melengkung.
Renaissance style berkubah mirip Byzantine churches but interiornya beda. Byzantine churches iconsnya kaku-kaku expressionnya & unrealistic, sementara Renaissance sculptures & paintings justru sangat 'human' & sangat realistic, contohnya: patung Pieta karya Michelangelo


(di post oleh hansel @ WG)









Byzantine icon
























(Theotokos)

Memahami Warna Liturgi

Penggunaan warna liturgi berkembang bersama-sama dengan pakaian luturgi dalam sejarah liturgi. Perkembangan pemilihan warna liturgi berlatar belakang pada teknik pembuatan warna pada zaman kuno. Pada zaman kuno bahan pewarna diambil dari getah utama keong dengan lama pemasakan, maka orang mengatur warna yang diinginkan. Semakin lama pemasakan, semakin mahal harganya. Warna merah tua dan gelap merupakan warna yang paling mahal, maka pesta liturgi yang disimbolkan juga semakin meriah.

Pemilihan warna liturgi amat dipengaruhi oleh penafsiran makna atas simbol warna sebagaimana dipahami suatu budaya dan masyarakat tertentu. De facto, penafsiran terhadap simbol warna bisa bermacam-macam dan berbeda antarasuatu bangsa-budaya yang satu dengan yang lain. Meskipun begitu, kita boleh meringkas makna simbolis warna-warna liturgi secara umum dan penggunaannya.

Dalam liturgi, warna melambangkan:
1. Sifat dasar misteri iman yang kita rayakan,
2. Menegaskan perjalanan hidup Kristiani sepanjang tahun liturgi
Di Indonesia ada usaha pengembangan pakaian liturgi yang inkulturatif. ternyata hal ini berhubungan pula dengan masalah warna liturgi. Misalnya, motif batik di Jawa sering menimbulkan pertanyaan tentang warna liturgi. Usulan kami ialah agar pemilihan motif-motif itu tetap memperhatikan warna dasarnya. Hendaklah diupayakan agar warna dasar pakaian liturgi tetap sesuai dengan warna liturgi menurut masa liturgi. Penilaian terhadap warna dasar itu bisa dilakukan melalui pembicaraan bersama-sama menurut akal sehat yang umum.

HIJAU

Pada umumnya, warna hijau dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan, melegakan, dan manusiawi. Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, di mana suasana alam didominasi warna hijau yang memberi suasana pengharapan. Warna hijau pada khususnya dipandang sebagai warna kontemplatif dan tenang.

Karena warna hijau melambangkan keheningan, kontemplatif, ketenangan, kesegaran, dan harapan, warna ini dipilih untuk masa biasa dalam liturgi sepanjang tahun. Dalam masa biasa itu, orang Kristiani menghayati hidup rutinnya dengan penuh ketenangan, kontemplatif terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup sehari-hari, sambil menjalani hidup dengan penuh harapan akan kasih Allah.


PUTIH DAN KUNING

Warna putih dikaitkan dengan makna kehidupan baru, sebagaimana dalam liturgi baptisan si baptisan baru biasa mengenakan pakaian putih. Warna putih umumnya dipandang sebagai simbol kemurnian, ketidaksalahan, terang yang tak terpadamkan dan kebenaran mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurnian mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurniaan sempurna, kejayaan yang penuh kemenangan, dan kemuliaan abadi. Dalam arti ini pula mengapa seorang paus mengenkan jubah, single dan solideo putih.
Warna kuning umumnya dilihat sebagai warna mencolok sebagai bentuk lebih kuat dari makna kemuliaan dan keabadian, sebagaimana dipancarkan oleh warna emas. Dalam liturgi, warna putih dan kuning digunakan menurut arti simbolisasi yang sama, yakni makana kejayaan abadi, kemuliaan kekal, kemurnian, dan kebenaran. Itulah sebabnya warna putih dan kuning bisa digunakan bersama-sama atau salah satu.

Warna putih atau kuning dipakai untuk masa Paskah dan Natal, hari-hari raya, pesta dan peringatan Tuhan Yesus, kecuali peringatan sengsara-Nya. Begitu pula warna putih dan kuning digunakan pada hari raya, pesta dan peringatan Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus bukan martir, pada hari raya semua orang kudus (1 November), Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada pesta Santo Yohanes pengarang Injil (27 Desember), Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari), dan Bertobatnya Paulus Rasul (25 Januari)

MERAH

Warna merah merupakan warna api dan darah. Maka, warna merah ini amat dihubungkan dengan penumpahan darah para martir sebagai saksi-saksi iman, sebagaimana Tuhan Yesus Kristus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dunia. Dalam tradisi Romawi kuno, warna merah merupakan simbol kuasa tertinggi, sehingga warna itu digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Apabila para kardinal memakai warna merah untuk jubah, singel, dan solideonya, maka itu dimaksudkan agar para kardinal menyatakan kesiapsediaannya untuk mengikuti teladan para martir yang mati demi iman.

Dalam liturgi warna mereh dipakai untuk hari Minggu Palma, Jumat Agung, Minggu Pentakosta, dalam perayaan perayaan sengsara Kristus, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan dalam perayaan-perayaan para martir.


UNGU

Warna ungu merupakan simbol bagi kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhati-hati, dan mawas diri. Itulah sebabnya warna ungu dipilih untuk masa Adven dan Prapaskah sebab pada masa itu semua orang Kristiani diundang untuk bertobat, mawas diri, dan mempersiapkan diri bagi perayaan agung Natal ataupun Paskah. Warna itu juga digunakan untuk keperluan ibadat tobat.

Pada umumnya, liturgi arwah menggunakan warna ungu sebagai ganti warna hitam. Dalam liturgi arwah itu, warna ungu itu melambangkan penyerahan diri, pertobatan, dan permohonan belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang meninggal dunia dan kita semua sebagai umat beriman.

Sabda Bahagia dan Sabda Celaka

Bacaan Kitab Suci: Hari Minggu Biasa VI / tahun C

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:17.20-26)

"Berbahagialah orang miskin, celakalah orang kaya."

Pada waktu itu Yesus bersama kedua belas rasul-Nya turun dari gunung dan berdiri di suatu tempat yang datar. Di situ telah berkumpul banyak murid dan sejumlah besar orang yang datang dari seluruh Yudea, dari Yerusalem, dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon. Yesus menengadah, memandang murid-murid-Nya lalu berkata, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah. Berbahagialah hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."



____________________________________

Orang miskin berbahagia? Orang kaya celaka? Benar-benar dunia sudah terbolak-balik. Logisnya itu ya yang kaya akan berbahagia, karena kecukupan sandang, pangan dan papan, sedangkan orang miskin, makan saja harus mengemis, pakaian hanya yang menempel di badan dan rumah numpang emperan orang, bagaimana bisa berbahagia?

Kata Yunani makarios memang dapat kita terjemahkan dengan "berbahagia". Tetapi sering kebahagiaan itu hanya dikaitkan dengan perasaan tenang dan tenteram semata. Maka, makarios kiranya dapat diartikan lebih luas dengan "terberkati". Orang yang terberkati pasti berbahagia sekalipun mengalami banyak masalah, bahkan menanggung beban penderitaan. Hal itu bisa terjadi karena orang mencahayai penderitaan dengan harapan di masa mendatang dan jaminan yang telah dijanjikan Yesus. Memang berkat yang dijanjikan itu baru akan terjadi di masa depan, tetapi janji itu dipandang sudah begitu pasti, sehingga si penerima dinyatakan bahagia sekarang juga. Kata Yunani makarioi bukan berarti "semoga kamu bahagia", tetapi "kamu sekarang adalah bahagia atau terberkati"

Penginjil Lukas menurunkan Yesus dari atas bukit dan menempatkan-Nya di tempat yang datar (Luk 6:17). Dengan demikian lingkungan pendengar dari pengajaran Yesus tentang sabda bahagia dan peringatan-peringatan-Nya jauh lebih luas. Tempat yang datar merujuk pada Luk 3:4-6 yang mengutip Yes 40:3-5 tentang: "Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang datang dari Tuhan." Jadi, di tempat datar itu bukan hanya bangsa Israel akan melhat keselamatan Tuhan, tetapi juga orang-orang bukan Israel. Karena tu di tempat datar itulah orang-orang mendapati Yesus, yakni "sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon" (Luk 6:17). Tirus dan Sidon tidak termasuk wilayah Israel, tetapi kota-kota pelabuhan di daerah pesisir Laut Tengah, di Fenisia kuno. Di masa Yesus, kota-kota itu termasuk wilayah Siria, yang kini dikenal dengan Libanon.

Melihat Konteks (Luk 6:20-26)

Penginjil Lukas melengkapi sabda bahagia dengan sabda celaka. Dalam ketiga sabda yang pertama, ucapan berbahagialah diikuti dengan lukisan keadaan para murid (miskin, lapar, menangis) dan diakhiri dengan alasan mengapa mereka disebut berbahagia. Kebahagiaan itu karena keadaan mereka di masa mendatang yang sudah dimulai sekarang (akan dipuaskan, akan tertawa). Sabda bahagia keempat melukiskan beban berita yang dialami para murid karena Anak Manusia, yang disusul dengan alasannya, yakni upah besar di surga. Upah itu sama seperti yang diperoleh para nabi dan akan diterima pada masa mendatang, sedangkan keempat sabda celaka berupa kebalikan dari keempat sabda bahagia itu.

Sabda bahagia dan sabda celaka mengajarkan bagaimana seharusnya para murid hidup di tengah-tengah dunia yang penuh perselisihan dan perlawanan. Sebab dalam konteks sebelumnya Yesus telah memanggil dan memilih murid-murid-Nya (Lukas 5:1-11; 6:2-16) yang disela dengan lima perlawanan dari para pemimpin masyarakat Yahudi (5:12-6:11)

Sumber: Seri Firman Hidup - Kata-Kata Susah Bertuah - Rm. Surip Stanislaus, OFMCap


Quote caecilia/ WG

Kalau kita melihat sabda bahagia, ini merupakan hubungan antara Allah dengan manusia, hubungan manusia dengan manusia.

Manusia dihadapan Allah bisa diartikan tidak ada apa-apa. Meskipun hidup kita sengsara, tidak ada orang yang membantu, namun bila kita mengandalkan Allah kita akan bahagia.

Berbahagialah kita yang miskin karena kitalah yang empunya Kerajaan Allah. Orang miskin adalah orang yang sungguh bergantung pada Allah, orang yang mengandalkan Allah pada hidupnya, orang tersebut akan berbahagia, meskipun dalam kondisi penuh keterbatasan. Meskipun hidup kita sengsara, tidak ada orang yang membantu, namun bila kita mengandalkan Allah kita akan bahagia.

"Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah”. Sabda ini kiranya bukan mengajak kita untuk miskin dalam hal harta benda, melainkan berjiwa miskin artinya menyadari kelemahan dan kerapuhannya sebagai ciptaan dan tanpa Allah tidak dapat berbuat sesuatupun. Secara konkret kita dipanggil untuk menghayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai serta nikmati sampai kini adalah anugerah Allah yang dicurahkan kepada kita secara melimpah ruah karena kemurahan hati-Nya. Maka dari pihak kita dituntut untuk rendah hati, lawan dari serakah dan sombong. Rendah hati merupakan keutamaan dasar kristiani yang harus kita geluti dan hayati.

“Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.”.
Berjalan atau melangkah di jalan benar maupun memperjuangkan kebenaran memang ada kemungkinan dikucilkan orang lain dan hidup bagaikan berada ‘di ujung tanduk’. Maka jika anda mengalami yang demikian itu, mungkin karena bekerja di kantor atau perusahaan dimana anda satu-satunya menjadi murid Yesus atau orang katolik, hendaknya tetap bertahan. Mungkin anda senantiasa diperhatikan untuk melihat kelemahan atau kekurangan anda, maka berbahagialah bahwa anda diperhatikan banyak orang dan jadikanlah kesempatan itu untuk senantiasa berbuat yang baik dan benar, bebas dari kesalahan. Kesaksian anda merupakan cara merasul atau mewartakan kabar baik yang luar biasa.

Dari seluruh sabda bahagia, tampak semangat utamanya, yaitu biila kita selalu bergantung pada Allah, mengasihi-Nya kita akan berbahagia.

Rabu Abu; Abu dalam Kitab Suci; Sejarah Penggunaan Abu dalam Gereja

Empat puluh hari sebelum Paskah, Gereja Katolik merayakan Rabu Abu. Pada hari ini orang Katolik punya tradisi menaruh abu di kepala. Umumnya, abu tersebut dioleskan di dahi. Akan tetapi, bisa juga ditaruh di ubun-ubun. Hari Rabu Abu ini juga menjadi hari pertama masa Prapaska, masa pertobatan, pantang, puasa, doa, dan amal-kasih bagi orang Katolik.

Pengolesan abu yang sudah dicampur air suci pada hari Rabu Abu ini merupakan salah satu sakramentali dalam Gereja. Sebagai sakramentali, ia boleh dilakukan kepada setiap orang. Jadi, orang non-katolik juga boleh maju untuk menerima abu sebagai lambang pertobatan.

Abu dalam Kitab Suci

Abu dalam Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama, merupakan tanda umum ungkapan pertobatan. Sifat-sifat abu itu:

1. kotor

2. mudah dipindah, dan

3. tidak berguna.


Debu dan abu merupakan hal yang dibenci orang yang bersih. Mereka mudah menempel di mana-mana, mengotori dan menghilangkan keindahan. Namun, debu dan abu itu mudah pula dibersihkan. Kumpulan debu dan abu mudah sekali buyar dan tercerai-berai dihembus angin. Selain itu, segala sesuatu kalau dibakar akan menjadi abu. Kalau sudah menjadi abu, segalanya tidak ada gunanya lagi.

Dalam Kitab Kejadian, dikatakan manusia diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7). Itu sebelum Roh Allah dihembuskan ke dalam manusia. Tanpa Roh Allah, manusia hanyalah debu. Artinya, tanpa Allah manusia itu tidak ada gunanya dan mudah diombang-ambingkan. Bahkan lebih daripada itu, tanpa Allah manusia hanyalah kotoran. Tanpa Allah manusia hanya bisa melakukan dosa.

Kalau para nabi Perjanjian Lama menyinggung soal abu, mereka ingin mengingatkan Umat Allah siapa sebenarnya manusia itu. Ketika Yeremia berseru: "Hai puteri bangsaku, kenakanlah kain kabung, dan berguling-gulinglah dalam debu!", (Yer 6:26) ia ingin mengingatkan bangsanya bahwa untuk bertobat, merendahkan diri di hadapan Tuhan. Dengan berdosa manusia telah menjadi begitu sombong. Lupa bersyukur kepada Allah dan melakukan kehendak-Nya.

Ketika orang-orang Niniwe mendengarkan berita penghukuman dari Allah melalui Nabi Yunus, mereka sadar dan percaya. Sebagai salah satu tanda pertobatan, raja Niniwe mewakili rakyatnya duduk di abu (Yun 3:6). Dengan demikian, ia mengakui kerendahannya dan mohon kemurahan hati Allah lagi bagi kotanya. Daniel di tengah penderitaannya juga memohon kemurahan hati Allah dengan tanda abu (Dan 9:3). Demikian pula, sebelum berangkat berperang, orang-orang Makabe memohon berkat Tuhan, memasrahkan diri mereka serta menyatakan iman mereka kepadanya dengan menaburkan abu di atas kepala mereka (1Mak 3:47).

Ayub juga dikatakan duduk di abu ketika mengalami pencobaan yang besar (Ayb 2:8). Tindakannya ini merupakan tanda bahwa ia tetap percaya kepada Tuhan. Segala sesuatu bagi Ayub adalah pemberian Tuhan. "TUHAN yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayb 1:21)

Abu ialah lambang pertobatan. Namun, Yesaya mengingatkan bahwa lambang saja tidaklah cukup. Yang paling penting ialah yang ditandakan, bukan tandanya. Pertobatan yang sungguh-sungguh akan tampak dalam kasih kepada Allah dan sesama (bdk. Yes 58:5-7).

Abu sebagai tanda pertobatan dinyatakan jelas sekali oleh Yesus dalam Mat 11:21 dan Luk 10:13: "Celakalah engkau, Khorazim! Celakalah engkau, Bethsaida! Sebab jika di Tirus dan Sidon mukjizat-mukjizat besar terjadi seperti di tengah-tengahmu, mereka sudah lama bertobat dalam kain kabung dan abu" (Terjemahan LAI menghilangkan kata "abu" yang seharusnya ada).

Sejarah Penggunaan Abu dalam Gereja

Meskipun referensi dalam Kitab Suci untuknya cukup banyak, penggunaan abu pada awal-awal sejarah Gereja tidak banyak tercatat. Kemungkinan kebiasaan mengolesi abu pada dahi atau ubun-ubun baru dirayakan secara liturgis pada tahun 900-an. Sebelumnya, abu hanya digunakan sebagai suatu tanda para pentobat yang mau mengaku dosa. Baru pada awal abad ke-11, ada catatan yang menggambarkan pengolesan abu pada hari Rabu sebelum memasuki Masa Prapaskah. Akhirnya, pada akhir abad tersebut, Paus Urbanus II menitahkan penggunaan abu secara umum pada hari tersebut. Hari tersebut dikenal sebagai dies cinerum (hari abu) dan akhirnya dikenal dengan hari Rabu Abu.

Menarik bahwa awalnya, para klerus dan kaum pria menerima penaburan abu di atas kepala mereka. Sementara itu, kaum wanita menerima tanda salib abu di dahi mereka. Sekarang, seperti yang kita ketahui bersama, semua menerima tanda salib abu di dahi.

Baru pada abad ke-12 aturan bahwa abu harus terbuat dari cabang dan daun palma dari Minggu Palma tahun sebelumnya. Di beberapa paroki masih ada kebiasaan untuk mengumpulkan daun-daun tersebut dari semua umat untuk dibakar dalam upacara bersama sebelum masa Prapaskah dimulai.

dikutip dari : artikel Rm. Georgius Paulus
http://gogreenchan.blogspot.com/2010/02/rabu-abu.html